Bisakah penderita endometriosis hamil? Pertanyaan tersebut mungkin terdengar biasa saja bagi orang awam. Namun tidak bagi yang menderitanya. Saya sebagai salah satu penderita penyakit gangguan hormon tersebut melewati banyak sekali cerita terkait penyakit itu. Setelah bertahun-tahun bahkan sejak SMA menderita gangguan hormon, akhirnya di tahun ini mulai sedikit terbuka hati untuk menerima hidup bersama penyakit ini.

Source: Verywell


Sebagian orang mungkin jika tahu dengan keluhan awamnya akan menyepelekan penyakit ini. Salah satunya nyeri haid. Ah, cuma nyeri haid. Begitu kata orang-orang! Bahkan sejak SMA selalu saya izin untuk istirahat ke UKS sambil minum pereda nyeri. Setiap izin hampir selalu diomelin guru Biologi: gimana mau punya anak nanti, melahirkan rasanya lebih sakit lagi loh! Begitu kata beliau. Mari kita kenalan dengan penyakit ini.

Apa itu Endometriosis

Menurut kutipan di Alodokter, Endometriosis adalah kondisi ketika endometrium tumbuh di luar dinding rahim. Pada kondisi ini, endometrium dapat/bisa tumbuh di indung telur (ovarium), lapisan dalam perut (peritoneum), usus, vagina, atau saluran kemih.

Endometrium adalah jaringan yang melapisi dinding rahim. Sebelum menstruasi, endometrium akan menebal untuk menjadi tempat menempelnya sel-sel telur yang telah dibuahi. Bila sel telur tidak dibuahi, endometrium akan luruh dari tubuh sebagai darah menstruasi.

Pada endometriosis, jaringan endometrium yang tumbuh di luar rahim juga ikut menebal, tetapi tidak bisa luruh dan keluar dari tubuh. Kondisi ini menyebabkan iritasi atau peradangan pada jaringan di sekitar endometrium.

Endometriosis ditandai dengan keluhan nyeri, terutama pada siklus menstruasi. Endometriosis juga dapat menyebabkan nyeri panggul dalam jangka panjang (kronis) hingga kemandulan.

Kalimat terakhir adalah apa yang menghantui saya bahkan sejak SMA. Bahkan pernah opname saat nyeri haid. Hingga tetangga bilang saya keguguran karena kebetulan saat itu sedang libur kuliah pulang kampung dan masuk rumah sakit. Udah sakit, difitnah keguguran lagi. Huft.

Penyebab dan Gejala Endometriosis

Udah berkali-kali ikut zoom dan baca sana sini, memang belum diketahui secara pasti penyebabnya, tetapi diduga terkait dengan gangguan aliran darah menstruasi, perubahan sel-sel jaringan lain menjadi sel endometrium, serta perpindahan sel endometrium melalui aliran getah bening. Pernah beberapa waktu belakangan tau kalo endometriosis itu penyakit hormonal. Jadi hanya bisa dikontrol dan ditreatment sesuai keluhan tidak bisa hilang total. CMIIW

Gejala utama endometriosis adalah nyeri atau kram hebat di bagian bawah perut atau panggul (dismenore). Keluhan lain yang dapat muncul adalah nyeri saat berhubungan seksual, volume darah yang banyak ketika menstruasi, dan diare.

Jadi bisa dibayangkan dong gimana kondisi penderita endometriosis saat datang bulan tiba? Apalagi saat kuliah dan kerja, rasanya benar-benar sakit. Nyeri sekali bahkan rasanya pengen di posisi yang sama terus. Setiap bergerak sakit. Mau beraktivitas seperti biasa rasanya perlu usaha lebih agar kuat menahan nyerinya.

Perjalanan Bersama Endometriosis

Sejak SMA saya sering ngerasain nyeri haid. Bisa dibilang mendapat haid pertama kali itu telat dibanding teman-teman lainnya. Waktu itu kelas 1 SMA tahun 2007 dan awalnya saya fikir itu normal, nyeri dan kram perut bagian bawah. Hingga pernah di satu ketika saya datang haid 3 minggu berturut-turut tanpa jeda sampai akhirnya anemia. Setelah itu hilang dan siklus haid kembali normal, tapi nyerinya tidak hilang sampai kuliah.

Lebih 10 tahun merantau ke Pontianak, menjalani hidup sebagai anak rantau yang mungkin juga dengan pola hidup kurang baik, makan seadanya, bergadang, membuat nyeri haid akhirnya terdiagnosa kista coklat di tahun 2013. Bolak balik rumah sakit hampir setiap bulan, menelan pereda nyeri setiap tamu bulanan datang. Tak jarang izin tidak masuk kuliah bahkan pulang hanya ingin istirahat saja. Di tahun 2013 terdiagnosa kista coklat, masih beruntung ukurannya kecil, 2cm. Saran dokter waktu itu: NIKAH. Saya hanya planga plongo. Kirain itu bercanda. Yang akhirnya tau kalau itu penyakit hormonal.
Semenjak ada kista disarankan setiap 6 bulan check up terus, rutin USG. Ngeri sih, waktu itu teman sekelas ada yang kena kista juga, dan harus operasi. Sehingga setiap ada uang (yang mana waktu itu masih mahasiswa rantau) saya selalu luangkan untuk USG. Hingga di tahun 2018 saya cek ke rumah sakit swasta terdiagnosa endometriosis. Dokternya tidak bilang langsung: dia hanya bilang kalo aliran darah menstruasi itu berbalik arah. Itu yang bikin nyeri saat haid. Tapi saya liat di rekam medis dokter itu menulis cepat: Endometriosis. Yap, sejak tahun itu saya didiagnosa Endometriosis.

Sebenarnya tentang penyakit ini saya sudah baca sebelumnya tapi karena diagnosa dokter kista, jadi saya awam sekali soal penyakit ini. Di kampung orang-orang bilang saya menderita senggugut. Akan sulit hamil, begitu kata orang-orang. Saya sebagai perempuan sempat kepikiran soal itu. Apalagi setelah mantan pacar (calon suami yang gagal) meminta untuk poligami jika nanti nikah tapi saya susah dapat keturunan. Kaget? Iya. SAYA KAGET dong. Dan akhirnya kita pisah dan batal nikah. Hubungan toxic juga . Itu di tahun 2017 kalo tidak salah. Kalimat susah punya anak itu berseliweran terus saat tau kalo saya punya keluhan nyeri haid yang berlebihan. Sedih? Banget. Saya merasa down dan seperti dianggap lebay. Padahal saya perhatian dengan diri saya sendiri. Saya tau ada yang salah dengan keluhan saya.

Segala macam obat sudah dicoba. Medis dan non medis. Dari bidan, puskesmas, hingga opname rumah sakit. Dari pengobatan medis, alternatif hingga minum rimpang-rimpangan serta ramuan pahit-pahit. Yang ada asam lambung saya makin parah. Nyerinya? Masih ada sampe sekarang.

Hingga akhirnya di tahun 2019 akhir saya menikah, waktu itu saya pikir setelah menikah sakitnya akan hilang. Dan bisa hidup adem ayem kalo lagi datang bulan. Kerja dan beraktivitas happy tanpa nahan nyeri. Ternyata nikah itu bukan jawabannya. Saya masih tetap merasakan nyeri juga. Setahun setelah menikah meski memang status waktu itu LDM, saya akhirnya inisiatif minum suplemen dan check up ke dokter, hitung-hitung mau check up dan ngerasa kok rasanya nyerinya tambah kuat. 

Di akhir 2020 saya check up ke dokter di fasilitas kesehatan terdekat, klinik waktu itu. Menurut dokter yang sepertinya tau kegelisahan tentang anak menyarankan untuk tidak stress dan cari second opinion soal endometriosis. Saya lanjut lagi ke RS yang terbilang cukup bagus di kota Pontianak. Saya check up dan menceritakan keluhan dari awal hingga sekarang. Dan memang hasilnya endometriosis. 

Beruntung saya bertemu dokter yang telaten, dokter Chairunnisa. Beliau memberikan arahan kalau sebenarnya saat sudah menikah penyakit ini harusnya dicek dulu kondisi kesuburan masing-masing suami istri. Waktu itu saya sendiri periksa dan kondisinya bagus. Alhamdulillah sebelum pemeriksaan lanjut ke suami saya hamil sebulan setelah check up terakhir ke dokter, setelah dilihat kondisi indung telur saya melalui USG transvaginal. Kebetulan 2 bulan sebelum pemeriksaan terakhir saya juga mengkonsumsi suplemen untuk kesehatan organ reproduksi wanita. Satu pesan saya kalau mau check up carilah dokter yang bikin hati kita nyaman dan tenang serta mengedukasi.

Pasca Hamil dan Lahiran

Ada beberapa teman yang mengalami keluhan yang sama tapi tidak berani untuk check up ke dokter. Takut mendengar ada kista dan lain sebagainya. Apalagi yang masih gadis. Namun tidak menutup kemungkinan juga mereka juga khawatir soal kemandulan nanti saat sudah menikah.
Meski sudah melewati masa kehamilan yang luar biasa, pendarahan di 3 bulan pertama kehamilan dan susah menelan makanan, bahkan pasca lahiran pun saya masih mencari info soal endometriosis. Kenapa? Karena kata dokter biasanya pasca lahiran nyerinya akan berkurang. 


Namun lagi-lagi saya kurang beruntung, nyatanya nyeri haid tetap saja ada. Dan memang, penyakit ini sifatnya hormonal, tidak bisa hilang total, tapi bisa dikontrol tergantung pola hidup dan hormon. Oleh karena itu treatment setiap orang pastinya berbeda. 

Beberapa waktu belakangan tanpa sengaja saya bertemu akun @endometriosis.indonesia yang membahas semua tentang Endometriosis. Ternyata banyak yang mengalami bahkan tidak sedikit yang masih gadis. Beberapa ada yang berkirim DM di IG saya karena saling komen di webinar yang akun tersebut adakan. Saya merasa tidak sendiri lagi. Sempat down bertahun-tahun kalo membahas soal penyakit ini. Pantas saja dokter yang memberi materi selalu mengingatkan untuk berdamai dengan endometriosis yang diderita, ternyata perasaan yang selama ini saya rasakan itu valid! Meski orang-orang menyepelekannya dan terkesan kami ini lebay!
Akhirnya kekuatan untuk menulis tentang penyakit ini ada. Ya, saya kuat karena banyak Ega yang lain di luar sana merasakan hal yang sama meski dengan cerita dan usaha yang berbeda, tidak menutup kemungkinan pasti banyak yang jalannya jauuuuuh lebih panjang dan berat dibandingkan apa yang saya lalui selama ini. Saran saya? Tetaplah semangat ya endosisters! Insya Allah kita kuat dan jika memang rezeki, bagi yang menunggu momongan, jangan putus asa ya! Jangan takut dan tetap rutin check up ke dokter. 🤗 a bunch of hugs from me!