Mahasiswa Pencinta Alam tidak selamanya menghabiskan masa-masa studi mereka di ruangan saja atau bahkan bayangan kebanyakan orang mungkin terlalu sering naik gunung hingga lupa dengan yang lainnya. Tahukah kita bahwa banyak pencinta alam yang berkecimpung mengabdikan diri sambil menjelajah di alam. Menjadi sosok inspiratif sebagai penggerak Desa Sejahtera Astra mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Joko Sulistyo. Aktivitas jelajah goa yg dilakoni Joko tak sekedar hanya memuaskan hobinya, ia membantu warga mencari sumber air baru dan mengatasi kekeringan. Untuk itulah dia mendapatkan penghargaan sebagai sosok inspiratif sebagai penerang negeri dari Astra di tahun 2013.

Survey dan mengambil sample air di dalam gua. (Doc. Joko Sulistyo)

Kisahnya bermula saat musim kemarau yang memyebabkan kekeringan terjadi di Desa Pucung, Eromoko, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Sumber air bersih yang sangat minim menyebabkan mereka harus pergi jauh ke Yogjakarta untuk membeli air bersih. Ada 2.350 warga yang setiap harinya berharap hujan turun agar bisa menampung air. Bahkan mandi pun tidak setiap hari mereka lakukan. Hingga suatu ketika datangnya penolong yg bernama Joko Sulistyo.

Joko merupakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pada 2001, ia bersama teman-temannya dari Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) KMP Giri Bahama melakukan kegiatan jelajah gua. Kegiatan menjelajah ini rutin mereka lakukan. Namun di Desa Pucung, Joko terpikir untuk tak sekedar menjelajah, tetapi juga menemukan sumber air baru bagi masyarakat setempat. Mereka pun menyusun rencana untuk menjelajahi 13 gua di sana. 

Survey di dalam gua. (Doc: Joko Sulistyo)


Berbekal senter, tali serta peralatan lengkap lain yang sudah mereka sering gunakan, satu per satu lorong gelap perbukitan kapur Desa Pucung mereka susuri. Salah satu gua dengan medan terberat adalah Gua Suruh, gua vertikal yang amat curam. Implementasi ilmu caving yang mereka dapatkan di organisasi mereka pastinya sangat berguna saat itu. Mereka harus turun melewati lorong sempit sepanjang 17 meter menggunakan tali. Setelah itu turun lagi belasan meter, baru bisa dilanjutkan dengan berjalan kaki. Namun, perjalanan panjang yang tak sia-sia. Bunyi gemericik air membelah kesunyian, mengalir melintasi sungai kecil di dalam gua. 


“Meski sudah menemukan mata air, masalah tak lantas langsung selesai. Pertanyaan baru mencuat. Bagaimana mendorong air naik kepermukaan dan mengairi desa-desa? ”


Menaikan air dari gua vertikal bukan perkara gampang. Mereka harus punya pompa berkekuatan besar dan juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Proposal sudah disebar ke berbagai instansi, namun masih belum mendapatkan hasil. Usaha itulah yang pertama dilakukan oleh Joko. 

“Berbagai cara telah dilakukan, sampai pada akhirnya berkat campur tangan Tuhan , ada yang mau bantu,” kenang Joko.

Akhirnya kabar baik itu datang pada 2011. Mereka mendapatkan sumbangan Rp 350 juta dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan bantuan dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDI) untuk membeli pipa, pompa dan peralatan lainnya. Hal itu tentunya menjadi angin segar bagi Joko dan warga yang mengalami kekeringan saat kemarau. Mereka sudah punya modal untuk mengalirkan air dari sungai yang terdapat di dalam gua. 

Instalasi Pipa untuk mengalirkan air ke desa. (Doc. Joko Sulistyo)


Akhirnya di tahun 2013, jerih payah mereka terbayarkan. Air dari gua Suruh yang menjadi satu-satunya gua yang memiliki sungai dengan air bersih berhasil dialirkan ke Desa Pucung. Masyarakat sudah bisa mengambil air kapan saja di bak-bak penampungan yang disediakan di desa. Jika dihitung sejak penjelajahan gua, berarti total keseluruhan proyek pembangunan instalasi air ini sejak 2001 hingga 2013 memakan waktu sekitar 12 tahun. Sejak Joko masih mahasiswa baru sampai sudah punya anak satu.

Kesuksesan Joko dan kawan-kawannya ini tersebar juga diseluruh penjuru tanah air. Ternyata gaungnya sampai ke desa-desa lain yang juga mengalami kekeringan juga kekurangan air bersih. Salah satu target penjelajahan selanjutnya adalah pekerjaan instalasi pemanfaatan sumber air Luweng Songo di Desa Sumberagung, kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri pada 2008. Selain itu, desa-desa di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, juga membutuhkan perhatian yang sama dengan Wonogiri. Pacitan dikenal dengan bukit-bukit kapurnya yang tandus dan minim sumber air.

Air dari Gua berhasil dialirkan ke desa. (Doc. Joko Sulistyo)


Pada 2016, ia menyambangi Dusun Petung, Desa Kalak, di Kecamatan Donorejo. Setelah melakukan riset, koordinasi dan persiapan yang cukup panjang, akhirnya mereka melakukan pemasangan pompa submersible di dalam gua vertikal bernama Luweng Jenggung pada September 2019. Selain KMPA Giri Bahama, sejumlah kelompok relawan lain juga terlibat, antara lain Gugurgunung Caver, KOMBI, Overland Unit Rescue, Atwapala, Kompos dan Maliapala. Hal serupa juga dilakukan di Gua Pulejejar, Desa Jepitu, Kecamatan Girisubo, Gunungkidul, DIY. Pada 2021, giliran Gua Seropan, Desa Ngadirejan, Kecamatan Pringkuku, Pacitan, yang dipasangi pompa submersible. 

Hingga hari ini Joko dan kawan-kawannya masih terus menyusuri Gua di desa-desa yang dilanda kekeringan. “Saya berharap makin banyak daerah lain yang sadar akan pemanfaatan sungai bawah tanah dalam gua. Kekeringan ini kan sebenarnya solusinya banyak, tapi mereka hanya belum tau dimana dan bagaimana mencarinya,” pungkas Joko. Tak sia-sia dia akhirnya mendapat apresiasi sebagai sosok inspiratif yang membantu banyak orang. Kesulitan yang ditemui tidak mengalahkan niatnya untuk membantu. Meski bisa mengalirkan air ke atas gua, dia tetap bisa menjaga biota di dalam gua agar tidak rusak. Karena dia merupakan seorang pencinta alam, yang pastinya tau bahwa alam akan memberikan yang terbaik saat manusia juga menjaga alam dengan baik.