Sudah mendekati 3 minggu di kampung halaman ibuku. Setelah aku dijemput keluarga untuk kembali ke Sambas tepatnya di Desa Sebawi, untuk istirahat dari hiruk piruk kota dengan kondisi sedang hamil muda. Setelah resign kerja aku memutuskan untuk ngekost sementara waktu dengan kondisi kehamilan yang lumayan lemah, dokter menyarankan untuk bedrest total dan aku sendiri belum berani melakukan perjalanan jauh. Sebulan setelahnya akhirnya aku pulang kampung.

Pengalaman hamil pertama pastinya memiliki banyak cerita di masing-masing orang, termasuk diriku sendiri. Meski aku dulunya ingin menikah dan punya anak di usia 25 tahun akibat penyakit endometriosis dan kista coklat yang ku derita. Sebenarnya itu bukan alasan, namun rasa takut nantinya akan susah memiliki anak setelah menikah selalu menghantui, apalagi gagalnya menikah setelah salah satunya adalah adanya pertanyaan: Bagaimana jika nanti setelah menikah aku tidak bisa hamil? Kupikir (mungkin) semua perempuan akan sangat sangat sedih dan takut dengan pertanyaan itu. Apalagi pertanyaan itu meluncur dari mulut calon suami (yang gagal).

Dan akhirnya dengan kondisi seperti ini, akhirnya aku merasakan bagaimana menjadi perempuan dengan gejolak hormon di trimester pertama kehamilan. Diawali dengan demam dan flu di saat pandemi dan dalam persiapan untuk vaksin Covid-19. Aku membeli testpack dalam keadaan diri sendiri mulai merasa capek seharian, pusing, mual, muntah, susah makan dan banyak keluhan lainnya yang susah untuk diungkapkan, termasuk mood yang sangat sensitif. Saat tanggal seharusnya menstruasi sudah lewat, aku testpack dan ternyata benar positif.

Keluhan lain yang lumayan menyita perhatian adalah mengalami flek, lumayan banyak. Setelah check up di dua Rumah Sakit yang berbeda akhirnya tetap dengan hasil yang sama; bedrest. Padahal di saat itu aku masih harus kerja kurang lebih seminggu lagi sebelum jadwal resign yang memang sudah direncanakan sebelumnya. Meskipun makan dengan susah payah dipaksa, tidur susah, setelah makan selalu muntah, minum susu muntah, mual sepanjang hari dan kram perut, serta pikiran yang selalu berlebihan akan kerja dan kondisi janin di dalam rahim sendiri, dalam kondisi seperti itu aku hanya bisa berdoa semoga semua baik-baik saja dan aku serta anakku kuat.

Hasil USG usia kehamilan 3 bulan
 

Oh iya, salah satu yang menguatkan aku saat morning sickness di trimester pertama ini adalah anak angkatku (sebut saja begitu). Ramzi namanya, kenalnya sudah lama lebih dari 1 tahun, lebih dari 6 bulan belakangan ini dia memanggilku mamak, anak yang sangat pintar dan pandai menghibur orang di sekitar dengan celotehnya. Dia bilang kalo mamak (aku) punya anak bayi baru akan dia jual, wkwkwk, dia cukup pencemburu saat kita mendekati anak bayi lain. Sebentar lagi dia akan berumur 3 tahun. Moga makin soleh dan cerdas ya anakku. :*

Ramzi Variz Divonso


Meskipun hamil ini adalah yang pertama kali bagiku, aku cukup bahagia melihat anakku mulai bergerak-gerak saat USG di usia 3 bulan dalam kandungan. Bu Dokter bilang dia lagi bersilat di dalam rahim. Wajahnya juga sudah mulai kelihatan, Insya Allah sehat terus ya nak sama mamak. Mamak akan selalu berusaha kuat untukmu sayang. Kondisi hamil yang cukup berat untuk dilalui, USG kedua berderai air mata dalam keadaan perut kram dan peluang 50:50 serta pendarahan. Makan yang sangat susah payah, stress memikirkan kedepannya tidak punya penghasilan, bimbang apakah anakku baik-baik saja, apakah makanan yang masuk dan semuanya yang keluar itu membuat anakku jadi lapar? Dan masih banyak pikiran aneh yang lainnya.

Untung saja banyak teman-teman yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil serta selalu bilang untuk tetap berpikir positif dalam kondisi seperti itu meskipun ada beberapa yang mengeluarkan kata-kata yang tanpa dosa menyakiti hati, semoga saja mereka cepat sadar. :) Benar kata salah satu istri seniorku, setiap kehamilan itu unik, akan berbeda cerita dan kondisinya. Untung saja ibuku paham dengan kondisi seperti ini meskipun dia sudah melahirkan 8 orang anak tidak ada satupun yang sama dengan aku, lemah tak berdaya bahkan harus bedrest. Sekali lagi, di kondisi itu aku merasakan seperti menjadi wanita paling lemah, mengingat selama ini bisa melakukan apapun secara mandiri, dikenal sebagai wanita yang strong bahkan naik gunung. :D

Oh iya cerita ini hanya sebagai kenangan saja untuk diri sendiri agar kemudian hari bisa dikenang pernah melewati masa-masa ajaib demi anakku tersayang. Bagi teman-teman yang mengalami hal yang sama awalnya memang akan terasa sangat berat, susah payah, Insya Allah banyak-banyak berdoa. Silahkan menangis sepuasnya tapi setelah itu kuat lagi. Muntah lalu makan lagi. Capek ya tidur dan beristirahat atau rebahan. Lakukan apapun yang kita senangi seperti menulis, mendengarkan lagu, menonton dan pastikan kita tidak stress. Hal yang membuat aku stress saat hamil ini adalah kurang sibuk. Kondisi untuk sibuk tidak memungkinkan, saat ingin menulis mual, saat ingin masak-masak penciuman super sensitif lalu muntah, dan sebagainya. 

Saran lain adalah mencoba mencari dokter kandungan atau bidan yang pelayanannya memang baik, telaten dalam melayani. Saat hormon bergejolak semuanya akan serba sensitif, pernah bertemu 1 dokter kandungan yang bikin down (sebenarnya lebih ke jujur). Carilah yang klop dan nyaman untuk kita. Banyak berkonsultasi mengenai kondisi kehamilan dengan dokter. Dan satu yang tidak kalah penting hindari segala sesuatu yang toxic, entah itu pertemanan ataupun suatu lingkungan karena akan berpengaruh ke mental kita saat hamil. 

Terlepas dari itu semua, semuanya akan terbayar saat mendengar kabar dari dokter bahwa anak kita baik-baik saja di dalam kandungan, bergerak kaki dan tangannya saat transduser menekan-nekan perut, dan tercetak wajahnya di selembar kertas tipis untuk kita simpan sampai nanti. Saat insomnia, saat muntah, saat migrain dan keluhan lainnya, dengan cepat aku usap-usap perut; "maunya apa nak? Jangan nakal ya nak, sehat-sehat ya nak.."

Oh iya selama kehamilan aku agak cerewet minum air putih, kalo minum akan muntah, saat ini yang masuknya enak cuma air kelapa dan es teh (meskipun es teh kurang direkomendasikan). Makan juga porsinya sedikit-sedikit dan sering. Dengan riwayat GERD setiap pagi pastinya morning sickness kumat paling parah. Begitu bangun dari tempat tidur pasti muntah. Semoga memasuki trimester kedua akan hilang. Aamiin..

Ceritanya cukup sampai di sini dulu ya..Maafkan kali ini cerita traveling-nya hiatus dulu. Hihihi. Mungkin beberapa waktu ke depan akan lebih banyak cerita tentang anak-anakku. Semoga kita semuanya sehat dan Selamat menyambut Ramadhan. :)

Cerita ini dituliskan setelah banyaknya dukungan dari Keluarga dan teman-teman pastinya: Webbing yang selalu rutin antar jemput, menemani ke dokter dan menjenguk di kos saat bedrest. Luing yang sedang sama-sama hamil, semoga anak kita seangkatan masuk Mapala wkwkwk. Teteh yang maksa-maksa untuk check up ke dokter saat kram dan pendarahan dan selalu ngasi nasehat untuk selalu kuat dan pastinya meminjamkan anaknya untuk menghibur setiap hari. Kak Hani dan Dian yang bantu pindah kos dan kemas-kemas kos serta teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga kalian semuanya sehat dan bahagia selalu! Aamiin Allahumma Aamiin..