Waktu yang sudah lama ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Kesibukan dan tekanan skripsi cukup membuat lelah pikiran dan tubuh. Beberapa bulan belakangan kurangnya asupan gerak bagi tubuh membuat tubuh mulai sedikit bertambah beratnya. (percayalah, itu hanya alasan) hahaha. Berawal 46 kg menjadi 53 kg cukup membuat lemak di beberapa bagian tubuh sepertinya harus dimusnahkan (begitu rencananya, lol). Wacana naik gunung ini sudah 6 tahun berlalu dan baru kali ini terlaksana. Diprovokasi beberapa teman di Mapala Untan yang juga sepertinya sangat butuh liburan, naik gunung tepatnya.
Walau beberapa teman dalam grup chat WhatsApp yang kami buat dadakan itu sudah pernah mendaki sebelumnya, tapi mereka tetap mau naik gunung Bawang lagi. Ya, gunung Bawang, begitu ia dikenal. Dan menurut cerita teman kos saya waktu itu, jalur treknya lumayan membuat dengkul bergetar bagi yang malas untuk latihan fisik. Dan satu hal lagi, jangan berharap banyak untuk mendapatkan bonus. Hal yang sudah biasa jika mendaki di gunung Kalimantan Barat. Pemandangan wajibnya hanya hutan hujan tropis di sekeliling saat mendaki.
Setelah solat Jum’at bagi para lelaki selesai, beberapa dari kami kembali rechecking dan repacking perlengkapan mendaki. Berjumlah 9 orang dengan 4 perempuan diantaranya. Tim kami berangkat pukul 13.30 menggunakan motor dengan kesepakatan akan tiba malam hari di desa Sungai Betung, kaki gunung Bawang. Melewati kota Singkawang di malam hari membuat perjalanan kami agak sedikit perlahan demi keselamatan. Apalagi saya berdua Melinda berboncengan tanpa dibonceng cowok, kami setrong kok. Hehehe. Pukul 21.00 akhirnya kami tiba di rumah Pak Amen, local guide wajib yang selalu jadi teman perjalanan pendaki saat naik ke gunung Bawang. Malam itu kami menginap di rumah beliau.



Jam 7 pagi, sesuai janji dengan Pak Amen, kami sudah harus menuju kaki gunung Bawang. Selesai sarapan dan repacking, kami segera berjalan kaki menuju kaki gunung. Beban di carrier menjadi pemicu semangat menapaki jalan tanah sekaligus menyusuri kebun dan ladang warga. Tampak dari kejauhan gunung Bawang dan beberapa bukit di sebelahnya. Beberapa tahun dulu saya hanya bisa melihat dari kejauhan, hari ini, siap untuk mendakinya!
Foto berlatarkan gunung Bawang

Jujur, perjalanan mendaki gunung Bawang seperti mendaki Bukit Raya di hari kedua dan ketiga (summit attack) banyak tanjakan ekstrim. Ketinggiannya 1460 mdpl, jika di Bukit Raya harus mendaki 2 hari untuk mencapai ketinggian 1300-an. Jadi bisa dibayangkan dengan ketinggian 1400-an harus tiba dalam waktu seharian. Hari itu kami lalui dalam waktu 10 jam untuk mencapai puncak. Dan menurut pak Amen itu sudah sangat santai sekali. Jujur, naik gunung kali ini agak berat karena sudah lebih dari setahun absen naik gunung dan langsung menapaki medan yang cukup berat. Dengan kenaikan berat badan dan kurang rutinnya latihan fisik akhir-akhir ini, jadi ingin berkata: naik gunung Bawang berat, cukup aku saja. (lebay banget sih). Hahaha. 
Menyebrangi jembatan kayu yang sudah agak rapuh

Istirahat sejenak sebelum summit attack
Terkejutnya otot-otot tubuh terbayarkan saat tiba di puncak, setelah drama jatuh telentang (untung saja carrier ada di punggung). Alhasil lutut kiri memar dan berjalan agak berat, ngilu. Tapi semua itu hanya pemanis cerita naik gunung saja. Ya iyalah, secara gunung ini ingin sekali didaki sejak dulu kala. Hehe. Ketika tiba di puncak, sunset mulai merayap turun. Indah sekali Ya Allah, luar biasa ciptaanMu. Momen begini pastinya kami dengan gesit siap kamera, foto siluet yang paling indah. Setelah pasang gaya beberapa menit, udara sejuk mulai menusuk. Semua bergegas untuk menyiapkan makan malam dan camp untuk istirahat. 
Siluet di puncak gunung Bawang


Bersambung...