Menjelang kurang dari 100 hari lagi menyambut bulan suci Ramadhan banyak yang sedang mempersiapkan segala sesuatu. Menyiapkan diri akan kewajiban sebagai seorang hamba Allah menjadi prioritas utama. Terkadang bagi beberapa orang setelah bulan suci Ramadhan akan merencanakan liburan bersama keluarga karena waktu berlibur yang sangat singkat untuk kembali ke rutinitas harian. Masuk sekolah bagi pelajar dan kembali ke kantor bagi yang bekerja. Adakah yang berwisata atau traveling saat bulan puasa? Sebagian orang mungkin berpikir ulang untuk melakukan perjalanan jauh hanya untuk bersenang-senang. Namun, bagi saya dan beberapa teman yang kala itu sedang asiknya kuliah dan sibuk di organisasi kadang mengisi waktu liburan kuliah dengan kegiatan liburan pribadi dikatakan cukup sulit. Kami sering meluangkan waktu berkegiatan di alam bebas namun bukan untuk “me time”.
Pantai Temajuk, Paloh. Doc: 2012

Muncul ide saat itu di tahun 2012, bulan puasa saya dan seorang travelmate ingin pergi ke ekor borneo, begitu kata orang-orang. Walau terletak cukup jauh di kabupaten yang sama dengan tempat tinggal saya, namun dengan bermodalkan tekad saya dan partner serta dua orang teman lainnya pergi ke sana. Satu pun dari kami belum pernah sama sekali ke sana. Dengan setengah takut meminta izin ke ibunda, namun akhirnya diizinkan. Karena baru beberapa hari menjejakkan kaki ke rumah saya pamit untuk pergi lagi, padahal pulang ke rumah kadang menunggu momen liburan. Ibunda mulai maklum, dikarenakan saya pamit pergi dengan orang yang sudah dia kenal dan percaya.

Perjalanan tim kami berlangsung estafet. Partner, yang berangkat dari Kota Pontianak mulai pukul 10 pagi dalam keadaan menahan nafsu, haus dan lapar, menggunakan sepeda motor ke arah pantai utara. Berhenti di Peniraman menjemput Pandi lalu melanjutkan perjalanan ke Kota Singkawang, menjemput teman angkatan saya, Fajar. Pandi bersama Fajar lalu Partner sebut saja SYH lanjut menuju rumah saya di Desa Sebawi (setengah jam menuju Kota Sambas). Singgah sebentar di rumah, lalu kami segera pamit agar tidak tiba larut malam.

Perjalanan jauh dimulai, dengan kondisi jalan yang rusak di beberapa tempat dan dua kali menyeberang sungai. Saat di daerah Tanah Hitam (seingat saya) adzan magrib berkumandang, mau tidak mau kami harus berhenti untuk berbuka puasa. Singgah di warung sederhana memesan es tebu dan Pandi mengeluarkan telur rebus yang sengaja dibawa dari rumah, lebih tepatnya bekal dari ibunya. Hanya dengan telur rebus dan es tebu, setelah shalat magrib, kami melanjutkan perjalanan.

Malam hari, menunggu di penyeberangan kami bertemu dengan Bang Hendro, yang kebetulan sedang menuju camp monitoring penyu. Kebetulan dia kenal dengan SYH dan kami bersama-sama menyeberang menuju camp setelah sebelumnya beliau geleng-geleng kepala karena kami hanya bermodalkan nekat dan bertanya berkunjung ke sana. Menyusuri jalan yang gelap dan sempit karena di sepanjang jalan masih berupa hutan. Tak lama setelah itu tibalah kami di camp. Bertemu senior kami yang ternyata mereka sedang kedatangan tamu dari sebuh stasiun tv untuk syuting kegiatan monitoring penyu. Kami langsung diajak turun ke pantai.

Pertama kali pengalaman mengendarai motor di tepi pantai, menggunakan motor matic (tidak dianjurkan, haha). Dengan sedikit usaha, beberapa kali melewati sungai kecil, terjebak dalam pasir akhirnya kami berhenti entah sudah berapa kilometer jauhnya. Rasa letih mulai menghantui, namun rasa ingin tahu dan penasaran kami lebih besar mengalahkan rasa letih. Setelah diberi pesan hal apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan kami menunggu di tepi pantai. Menunggu makhluk yang mirip dengan kura-kura ini naik ke pantai untuk bertelur. Pantai ini merupakan pantai peneluran penyu terpanjang di Indonesia. Pantai peneluran penyu di Paloh ini merupakan pantai yang terletak di Kabupaten Sambas di Kalimantan Barat. Pantai sepanjang lebih dari 100 km ini membentang di ekor Borneo. Sekitar 63 km di pantai ini menjadi habitat peneluran penyu. Berbatasan langsung dengan Laut Natuna dan Laut Cina Selatan dan Negara Malaysia.

Tiba-tiba saya melihat seonggok benda gelap terombang ambing di tepi laut, ternyata itu penyu yang tidak jadi naik untuk bertelur, mungkin karena melihat cahaya api rokok beberapa orang pria yang kala itu juga ikut duduk-duduk. Karena menurut senior kami tercinta, Bang Agri, penyu sangat sensitif terhadap cahaya tapi tidak dengan suara. Oleh karena itulah penyu tidak akan pernah mau lagi kembali bertelur di tempat yang sudah menjadi pemukiman penduduk.

Saat itu perjalanan panjang nan melelahkan tidak sia-sia, pertama kali saya melihat makhluk yang mampu bertelur hingga ratusan tetapi angka kemungkinan untuk bertahan hidupnya sangat rendah ini. Setelah selesai bertelur, kami mengabadikan beberapa foto lalu pulang kembali ke camp. Tiba di camp pukul 3 dini hari dan langsung makan sahur, setelah seharian di atas motor dan sepanjang malam menyusuri pantai. Kami pun beristirahat sebelum besok berencana untuk ke Camar Bulan dan perbatasan Indonesia – Malaysia.
Foto bersama penyu yang sedang mengubur telurnya. Doc: SYH, 2012

Perjalanan dari Camp monitoring penyu menuju Dusun Camar Bulan kami tempuh hampir sepanjang perjalanan menuju ke sana melalui pesisir pantai. Air laut yang bersinar disinari matahari siang menemani kami sepanjang perjalanan. Pohon cemara di sepanjang pantai bersusun rapi menemani kami. Beberapa kali terbenam dalam pasir yang kurang padat. Beberapa kali berhenti dan harus turun dari motor untuk melewati aliran air. Tak berapa lama perjalanan, terlihat dermaga yang menuju ke laut dan bebatuan di sekitarnya. Kami sebentar lagi tiba di Dusun Camar Bulan. Tempat yang kala itu menjadi bahan berita karena digeser patok perbatasan oleh Negara tetangga. Sekitar 30 meter menuju dermaga, motor yang kami naiki terbenam cukup dalam di dalam genangan air dan pasir. Saya terpaksa turun dan berjalan kaki, sedangkan Pandi dan partner membawa motor dengan sedikit susah payah.

Hutan pohon Cemara Udang di sepanjang pantai. Doc: 2012
Tiba di Camar Bulan. Doc: 2012
Dermaga Camar Bulan, Temajuk, Paloh. Doc: 2012

Hari kedua dan ketiga kami habiskan di Teluk Atong. Istirahat sebentar lalu melanjutkan perjalanan ke perbatasan Indonesia – Malaysia, singgah sebentar di Teluk Melano, Malaysia. Perjalanan yang hanya memakan waktu 20 menit itu kami lewati tanpa halangan walaupun di saat itu jalan menuju ke sana berupa jalan perkebunan dan jalan setapak. Malam hari kami menginap di tempat Pak Atong di Desa Temajuk, tetap menjalani ibadah puasa dan menikmati liburan bersama beberapa kenalan dan senior. Namun agar tetap semangat dan mengurangi dehidrasi kami kurangi bermain di tepi pantai saat terik siang hari. Liburan ke pantai yang sungguh berkesan, selain melihat penyu, kami juga nekat melakukan perjalanan jauh dengan tetap menjalankan ibadah puasa. Ingin sekali kembali ke sana, merindukan pohon-pohon cemara di sepanjang pantai dan angin laut serta sunsetnya.
Teluk Atong. Doc: 2012

Pantai Teluk Melano, Malaysia. Doc: 2012

Teluk Melano, Malaysia. Doc: 2012

Teluk Melano, Malaysia. Doc: 2012