Banyak tempat wisata di Indonesia yang menyuguhkan keunikannya masing-masing. Salah satunya wisata air yang ada di Desa Tulehu, Ambon. Tergerak hati untuk menulis kembali kenangan di kolam itu karena mendapat kiriman foto dari seorang partner yang sedang bekerja di sana. Saat saya berkunjung ke sana 3 tahun yang lalu saya sangat beruntung bisa diajak teman-teman mandi bersama dalam kolam yang terdapat banyak belut raksasa, atau yang biasa dikenal dengan nama Morea. Sesaat menjejakkan kaki di sini teman-teman langsung menceburkan diri. Saya berpikir ulang untuk mandi, dikarenakan tidak membawa pakaian kering. Namun karena ajakan teman dan berpikir untuk sekaligus membersihkan diri setelah kegiatan penanaman pohon kami akhirnya ikut. Saya dengan perlahan dan beberapa teman-teman perempuan lainnya membasahi tubuh sedikit demi sedikit karena kurang pandai berenang.


Air Wailatu. Pict by: SYH


Lalu setelah bagian tubuh basah, saya melihat sekelibat makhluk seperti ular berwarna gelap yang berkeliaran di dekat kaki. Sebagian teman sudah ada yang mengetahui tempat tersebut dari cerita teman-teman yang asli Indonesia Timur. Perlahan saya mengintip dengan seksama dan melihat beberapa ekor belut berenang dengan santainya dibawah permukaan air bersama kami. Sedikit takut dan lebih banyak takjub. Beberapa ikan raksasa selain belut juga ada dihiasi kulit yang berwarna warni, entah ikan apa. Saya tidak terpikir untuk bertanya dikarenakan sibuk mengoceh dengan kehadiran belut raksasa. Beberapa saat setelah melihat kolam yang dipenuhi warga setempat yang sedang mandi, anak-anak serta teman-teman perwakilan se-Indonesia yang sedang berenang kesana kemari dengan tingkah masing-masing. Kami, beberapa perempuan yang “kurang pandai” dalam gaya apapun untuk berenang ini akhirnya pindah posisi ke daerah hulu (bagian atas). Bagian ini berupa sungai alami tanpa dibendung atau ditembok. Setelah melihat air di sini yang lebih jernih walaupun kurang berwarna kebiru-biruan seperti kolam sebelumnya. Datang seorang kakek-kakek berbicara kepada kami dalam logat khas Ambon. Mengatakan bahwa air bagian atas ini masih bersih tidak untuk berenang, biasanya untuk mengambil wudhu’. Kami dengan muka setengah malu dan meminta maaf akhirnya pindah lagi dengan memanjat tembok kolam. :D

Pict by: SYH

Kolam yang berukuran sangat lebar dan panjang ini seperti terbagi dua dengan ada sedikit pembatas dan beberapa tangga di bagian sisi menuju ke bawah kolam. Tempat pemandian ini disebut dengan nama Air Wailatu (Wailatu = Air Raja). Setelah berpindah ke posisi awal kami, ada seorang teman yang asli Ambon membawa sekantong ikan. Ikan tersebut nantinya digunakan untuk memberi makan Morea. Darah-darah segar dari potongan ikan tersebut sengaja diteteskan ke permukaan air agar Morea naik ke permukaan. Beberapa saat, Morea muncul, beberapa dari kami dengan takjub bahkan ada yang menjerit kecil melihat Belut yang berukuran paha orang dewasa itu menggigit ikan sambil disuapi. Saya sempat ngeri melihat gigi Morea. Tapi anehnya, Morea tidak pernah menggigit jari teman yang sedang memberinya makan.

Memberi makan Morea. Pict by: SYH

Sambil beristirahat di tepi kolam, saya, dengan rasa keingintahuan yang tinggi bertanya kepada teman yang asli daerah tersebut. Apakah si Morea bisa dikonsumsi? Dia menjawab orang-orang dilarang untuk menangkap dan membunuh Morea apalagi mengkonsumsi. Terdengar kabar juga dahulunya Morea di tempat itu tidak sebanyak dan sebesar yang ada sekarang dikarenakan warga dengan sengaja menjaga mereka dalam kolam tersebut. Air yang tidak berhenti mengalir itu terlihat sangat indah saat tenang. Kolam yang menyimpan banyak ikan-ikan besar itu merupakan tempat warga untuk mandi dan berwudhu di bagian atas, sedangkan untuk mencuci di bagian bawah. Kami juga salut melihat tidak adanya sampah yang ada dalam kolam. Semoga Morea yang ada di sana tetap terjaga begitu juga dengan airnya. Saya merasa ingin kembali ke sana lagi suatu saat nanti. Insha Allah.

Mandi bersama. Abaikan kaki. Pict: 2013.